Rabu, Oktober 15, 2025
spot_img

Wujudkan Swasembada Garam, PT Garam Gulirkan Empat Program Terintegrasi

Ilustrasi garam. Dok Ist

Sebagai garda terdepan mewujudkan swasembada garam nasional, PT Garam menetapkan Grand Strategi 2025 melalui empat program utama terintegrasi. Strategi ini sekaligus memastikan keberlanjutan produksi di tengah dinamika global dan perubahan iklim.

Garam merupakan komponen penting, baik dalam industri maupun konsumsi. Namun, tingginya kebutuhan garam industri nasional yang masih belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri menjadi tantangan sendiri yang disadari PT Garam untuk segera dituntaskan.

Hal itu sekaligus untuk mencapai komitmen PT Garam sebagai perusahaan industri garam berkualitas dunia dan menjadi garda terdepan dalam mencapai swasembada garam pada tahun 2027. Termasuk memastikan keberlanjutan produksi di tengah dinamika global dan perubahan iklim.

Dalam menghadapi dinamika global, terutama tekanan impor garam dan tantangan perubahan iklim, PT Garam menetapkan Grand Strategi 2025 dengan visi besar untuk mewujudkan swasembada garam yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Strategi ini diwujudkan melalui empat program utama yang terintegrasi.

Pertama. Melalui intensifikasi lahan, PT Garam melakukan modernisasi proses pegaraman dengan mengadopsi teknologi terkini serta menerapkan sistem manajemen berbasis digital atau smart salt farming. Langkah ini juga disertai dengan peningkatan kapasitas pabrik pengolahan, sehingga hasil produksi dapat diserap secara maksimal sekaligus mendorong hilirisasi produk garam bernilai tambah.

Kedua, ekstensifikasi lahan menjadi fokus penting dalam memperluas basis produksi. PT Garam membuka dan mengembangkan lahan baru di wilayah potensial di Nusa Tenggara Timur (NTT), antara lain lahan seluas 13.000 hektare di Rote Ndao, 304 hektare di Bipolo, 500 hektare di Timor Tengah Utara, serta 500 hektare di Sabu Raijua.

Pengembangan lahan tersebut, diharapkan mampu menambah kapasitas produksi secara signifikan sekaligus memperkuat kemandirian pasokan garam nasional.

Ketiga, dalam menghadapi dampak perubahan iklim, PT Garam menekankan pengembangan teknologi sebagai pilar penting. Perusahaan mulai mengadopsi teknologi modern. Diantaranya, Mechanical Vapor Recompression (MVR) dan Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) untuk meningkatkan efisiensi proses produksi serta memastikan kualitas dan konsistensi garam sesuai kebutuhan industri.

Sebab, perubahan iklim, seperti hujan ekstrem, terbukti menurunkan produksi garam hingga 20% di Pulau Jawa. Untuk menghadapinya, PT Garam juga melakukan adaptasi melalui modernisasi tambak, mekanisasi, washing plant, serta pemanfaatan lahan dengan iklim lebih stabil seperti Rote Ndao yang memiliki musim kemarau panjang.

PT Garam bahkan membangun infrastruktur penunjang dengan dukungan APBN senilai Rp750 miliar untuk mengurangi ketergantungan pada cuaca. Dalam prosesnya, masyarakat lokal dilibatkan agar adaptasi berjalan selaras dengan lingkungan dan tetap menghormati nilai budaya setempat.

Keempat, PT Garam membangun strategic alliance dengan berbagai pihak melalui kemitraan strategis, baik dalam bentuk kerja sama investasi maupun joint venture. Kolaborasi tidak hanya mencakup pengembangan lahan dan penerapan teknologi, tetapi juga memperluas akses pasar serta memperkuat ekosistem industri garam nasional.

Sinergi dilakukan dengan berbagai pihak, baik BUMN, swasta, maupun pemerintah daerah, untuk mempercepat program swasembada garam industri. Sekaligus menjadi kunci dalam menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.

PT Garam melakukan kerjasama dengan koperasi merah putih untuk menjadi mitra dalam penyelenggaraan pembuatan garam rakyat agar menghasilkan kualitas yang baik. Melalui berbagai kolaborasi, PT Garam berupaya memastikan agar kebutuhan industri tetap terpenuhi, sekaligus mendorong peningkatan produksi dalam negeri secara berkelanjutan.

Melalui strategi besar itu, PT Garam berkomitmen menjadi garda terdepan dalam menjaga kedaulatan pangan nasional, menghadirkan solusi atas kebutuhan garam industri maupun konsumsi, sekaligus memastikan keberlanjutan produksi di tengah dinamika global dan perubahan iklim.

Sebagai acuan, kebutuhan garam industri nasional saat ini mencapai sekitar 5 hingga 5,5 juta ton per tahun, sementara produksi dalam negeri baru 2 sampai 3 juta ton. Guna memenuhi kekurangan ini, PT Garam mengambil langkah strategis dengan mengedepankan dua pendekatan utama, yaitu peningkatan kapasitas produksi dalam negeri dan pengelolaan impor secara selektif.

Dari sisi produksi dalam negeri, PT Garam memperkuat basis produksi dengan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan, modernisasi proses pegaraman, serta pengembangan teknologi pengolahan. Tujuannya untuk meningkatkan volume sekaligus kualitas garam sesuai standar industri, terutama untuk sektor pangan, farmasi, dan kimia.

Adapun dari sisi pengelolaan impor, PT Garam menerapkan kebijakan impor secara selektif dan berbasis kebutuhan nyata industri. Impor hanya dilakukan pada jenis garam yang belum dapat diproduksi secara optimal di dalam negeri, sehingga keberadaannya tidak melemahkan petani dan produsen garam lokal. Sebaliknya justru melengkapi kebutuhan industri nasional.

Dengan strategi tersebut, PT Garam berkomitmen untuk menjadi penyeimbang antara kepentingan industri dan kemandirian nasional, sehingga ketahanan garam industri di Indonesia dapat terjaga dengan baik.

Ia menambahkan, untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi garam nasional, PT Garam menerapkan sejumlah inovasi. Inovasi utama pada tahun ini difokuskan pada modernisasi proses pegaraman dan peningkatan mutu produksi. Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah penerapan teknologi Internet of Things (IoT) pada pintu air dan pompa untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan tambak.

PT Garam juga mengembangkan mekanisasi tambak yang mampu mendorong kadar NaCl garam hingga di atas 97%, sekaligus meningkatkan produktivitas dari sekitar 100 ton/ha menjadi 200 ton/ha, dengan implementasi awal di kawasan Rote Ndao. Berikutnya, modernisasi turut diperluas ke seluruh area pegaraman eksisting, sehingga kualitas dan kuantitas produksi dapat terjaga secara berkelanjutan.

PT Garam juga sedang menyiapkan pembangunan Pabrik Segoromadu tahap II serta Pabrik MVR di Manyar sebagai bagian dari upaya menghadirkan garam industri berkualitas tinggi yang mampu bersaing di pasar nasional.

Tak berhenti di situ, PT Garam juga telah menerapkan digitalisasi di proses produksi melalui IoT untuk otomatisasi pintu air, pompa, dan monitoring lahan di beberapa pegaraman. Sistem ini membantu meningkatkan efisiensi sekaligus menjaga kualitas produksi. Di sisi distribusi, PT Garam sudah menggunakan sistem digital untuk pencatatan produksi dan manajemen gudang agar rantai pasok lebih terawasi.

“Kedepan, kami mengembangkan aplikasi yang mampu melacak asal-usul dan perjalanan suatu produk sebagai langkah lanjutan, sehingga konsumen dan industri bisa melacak asal-usul garam dari tambak hingga sampai ke pasar-pasar,” ungkapnya.

Begitupun tantangan akses jaringan di wilayah terpencil, seperti NTT diatasi lewat kerja sama dengan PLN dan penyedia layanan telekomunikasi atau digital. Lebih jauh, PT Garam menempuh berbagai langkah konkret untuk mengangkat petambak garam agar tidak hanya menjadi produsen tradisional, tetapi naik kelas sebagai mitra strategis industri nasional.

Melalui program K-SIGN di Rote Ndao, NTT, maupun modernisasi tambak di Madura, Gresik, dan wilayah pegaraman lainnya, PT Garam mendampingi petambak dalam penerapan standar mutu produksi, termasuk peningkatan kadar NaCl hingga >97%.

Dengan menyiapkan fasilitas hilir, gudang, sistem sertifikasi, serta skema koperasi agar petambak bisa masuk ke rantai pasok industri. Melalui hilirisasi, modernisasi tambak, dan pengembangan K-SIGN Rote Ndao, PT Garam menargetkan produksi dia juta ton di 2025 dan mendukung tercapainya swasembada garam nasional 2027 sesuai Perpres 17 Tahun 2025. SI

WAWANCARAWujudkan Swasembada Garam, PT Garam Gulirkan Empat Program Terintegrasi
- Advertisement -spot_img

TERKINI

- Advertisement -spot_img