
Dalam hal tenaga kerja, Industri Agro juga berperan penting, data Kemenperin per Februari 2025 menunjukkan penyerapan tenaga kerja sektor Industri Agro mencapai 9,8 juta orang, hampir setengah dari total pekerja industri nasional.
Kinerja Industri Agro nasional menunjukkan tren positif melalui ekspansi berkelanjutan yang ditunjukkan oleh peningkatan Indeks Kepercayaan Industri (IKI), kinerja Industri Agro terhadap PDB nonmigas, neraca perdagangan ekspor-impor, serta penyerapan tenaga kerja.
Pada bulan Agustus 2025, IKI mencapai 53,55, angka di atas 50 menandakan ekspansi. Optimisme ini juga tercermin pada sumbangan Industri Agro terhadap PDB nonmigas, yang meningkat dari 50,8% pada 2023, menjadi 51,7% pada 2024, dan menyentuh 51,97% pada triwulan II 2025. Artinya, lebih dari separuh kinerja industri manufaktur nasional ditopang sektor Industri Agro, mulai dari pangan olahan, perkebunan, minuman, hingga bioenergi.
Sektor Industri Agro juga mencatatkan surplus neraca perdagangan yang berlanjut, di mana periode Januari–April 2025 mencatat surplus perdagangan sektor industri agro sebesar US$17,58 miliar, melampaui capaian periode yang sama dua tahun sebelumnya.
Dalam hal tenaga kerja, Industri Agro juga berperan sebagai penting, data Kemenperin per Februari 2025 menunjukkan penyerapan tenaga kerja sektor Industri Agro mencapai 9,8 juta orang, hampir setengah dari total pekerja industri nasional.
Meskipun menghadapi tantangan seperti biaya bahan baku dan fluktuasi kurs, hilirisasi menjadi kunci untuk meningkatkan nilai tambah produk serta ekspor, sehingga posisi kompetitif Indonesia di pasar internasional menguat dan peluang kerja turut berkembang seiring dengan besarnya aliran investasi.
Inisiatif hilirisasi tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional tetapi juga memperkuat fondasi ketahanan pangan melalui diversifikasi produk, seperti inovasi sagu yang menjadi pilar utama dalam transformasi bahan baku menjadi produk bernilai tambah tinggi, di antaranya mie, pasta, dan beras analog, serta potensi bioetanol sebagai sumber energi alternatif.
Fokus unggulan pada hilirisasi juga memperkuat rantai pasok melalui kerja sama antar stakeholders melalui program Kakao Doctor di mana pemerintah, industri pengolahan kakao, artisan cokelat, LSM kakao, serta petani kakao bersinergi meningkatkan kualitas bahan baku dan SDM di hulu maupun hilir.

Di samping itu, program digitalisasi seperti SIMIRAH, SIPROSATU, dan di Milk Collection Plant telah meningkatkan transparansi harga, kualitas bahan baku, serta efisiensi rantai pasok yang pada akhirnya mendukung percepatan produksi dan pembenahan kualitas produk secara keseluruhan.
Kemitraan G-to-G dan B-to-B, termasuk kerja sama dengan World Bank serta minat dari Jepang terhadap alga, membuka peluang baru terhadap produk hasil budidaya kelautan beserta produk turunannya seperti biofertilizer dan kosmetik. Alga berpotensi besar sebagai bahan pangan fungsional, komplemen, obat dan bahan baku kosmetik. “Alga juga dapat dikembangkan dengan memanfaatkan Carbon Capture Utilization sebagai upaya pemerintah menurunkan emisi karbon,” ujar Putu.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga menyampaikan apresiasi terhadap dukungan lintas kementerian dan pihak terkait dalam restrukturisasi mesin/peralatan untuk mempercepat investasi di Industri Agro, disertai program kredit industri padat karya dengan diskon bunga 5% dan kemudahan akses bahan baku serta penolong sebagai pilar utama bagi percepatan hilirisasi dan ekspansi produksi.
Industri Agro nasional berada pada momentum penting untuk mewujudkan daya saing global melalui inovasi teknologi, dukungan kebijakan, dan kolaborasi lintas sektor, dengan harapan hilirisasi yang tepat sasaran dapat menjadikan sektor ini kontributor utama bagi ekspor nasional dan pertumbuhan ekonomi yang lebih luas. “Layaknya sebuah mutiara yang dibentuk melalui proses hilirisasi menjadi produk bernilai tambah tinggi,” pungkas Putu.