Rabu, Oktober 15, 2025
spot_img

Membangun Nilai Tambah Melalui Hilirisasi Industri Agro

Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian,Putu Juli Ardika. Dok Humas Ditjen Industri Agro

Produk derivatif dan pengolahan biomassa jadi kunci, mengubah CPO dan biomassa sawit menjadi sumber pendapatan baru yang berkelanjutan

Kementerian Perindustrian menegaskan bahwa transformasi ekosistem sawit lewat hilirisasi dan pemanfaatan biomassa adalah kunci untuk mendorong pendapatan ekspor bernilai tambah tinggi. Langkah ini sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada 2029–2030 yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

Selama ini sawit identik sebagai penghasil minyak mentah atau CPO yang diperdagangkan sekitar USD 1.600 per ton. Namun potensi nilai tambah dari produk turunan sawit jauh lebih besar.

Menurut Putu Juli Ardika, Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, nilai produk turunan bisa mencapai antara USD 5.000 hingga USD 8.000 per ton—sekitar tiga kali lipat dibandingkan ekspor CPO mentah. Dengan demikian, strategi hilirisasi tidak hanya meningkatkan pendapatan negara tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Strategi tersebut diwujudkan antara lain melalui peta jalan industri yang menekankan investasi, peningkatan kapasitas produksi, serta diversifikasi produk. Sawit tidak lagi dipandang hanya soal minyak, limbahnya seperti tandan kosong, pelepah, dan cangkang diharapkan menjadi sumber pendapatan baru melalui pemanfaatan biomassa.

Yang tak kalah penting adalah pembentukan unit kerja baru, Direktorat Industri Kemurgi, Oleokimia, dan Pakan (IKOP) di bawah Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian. Direktorat IKOP diposisikan sebagai game changer dengan mandat mengolah biomassa menjadi material bernilai tambah, baik untuk jalur kimia maupun pakan.

Dengan begitu, IKOP menjadi jembatan antara sumber daya biomassa yang melimpah dan industri manufaktur modern yang membutuhkan bahan baku berkelanjutan. Contoh konkretnya cangkang sawit yang selama ini bernilai sekitar USD 50 per ton bisa ditingkatkan hingga USD 800 per ton melalui pengolahan tepat melalui hilirisasi dan membuat nilai tambahnya melonjak hingga empat kali lipat.

Untuk mewujudkan potensi besar ini, pemerintah menyiapkan rangka insentif fiskal berupa keringanan pajak, kemudahan perizinan, dan pembangunan infrastruktur. Selain itu, kawasan industri khusus dan pelabuhan ekspor juga diperkuat agar rantai pasok hilirisasi tetap mulus.

Pemerintah juga membuka ruang kolaborasi dengan swasta, lembaga riset, serta perusahaan global, dengan syarat teknologi yang digunakan efisien dan ramah lingkungan. Biomassa sawit tidak hanya berpotensi menjadi bahan baku untuk industri kimia atau pakan, tetapi juga bisa diolah menjadi bioenergi yang membantu mengurangi jejak karbon, sehingga mendukung narasi keberlanjutan global.

Kemenperin juga menegaskan komitmen terhadap standar keberlanjutan melalui penerapan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang wajib bagi seluruh pelaku industri. Regulasi ini mencakup tata kelola lahan, pengurangan emisi karbon, hingga perlindungan biodiversitas. Selain itu, adopsi sertifikasi internasional seperti RSPO didorong untuk menjaga kepercayaan pasar global.

“Produk seperti kosmetik atau deterjen tidak lagi dikaitkan dengan isu lingkungan, karena jejak produksinya sudah jauh lebih bersih,” ujarnya.

Transformasi ini diharapkan tidak hanya memperkuat ekonomi lewat produk bernilai tambah tinggi, tetapi juga meningkatkan posisi tawar Indonesia di dunia internasional; dengan hilirisasi, citra Indonesia beralih dari pemasok bahan mentah menuju produsen bernilai tambah.

WAWANCARAMembangun Nilai Tambah Melalui Hilirisasi Industri Agro
- Advertisement -spot_img

TERKINI

- Advertisement -spot_img