SUARAINDONESIA.ORG – Nilai ekonomi digital ASEAN diproyeksikan melesat hingga US$2 triliun pada 2030, seiring implementasi Digital Economy Framework Agreement (DEFA) yang tengah digarap bersama negara-negara anggota. Target ini naik dua kali lipat dibandingkan proyeksi tanpa DEFA yang hanya sekitar US$1 triliun.

“Dengan 680 juta penduduk, ASEAN menjadi pasar digital paling dinamis di dunia. Ekonomi digital ASEAN pada 2024 sebesar US$263 miliar, dan diproyeksikan naik ke US$1 triliun pada 2030. Namun dengan implementasi DEFA, nilainya bisa mencapai US$2 triliun,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers Perundingan ASEAN DEFA Putaran ke-14 di Jakarta, Selasa (7/10).

Airlangga menyebut, Indonesia memimpin ekonomi digital di Asia Tenggara, dengan nilai ekonomi digital mencapai US$90 miliar pada 2024 dan ditargetkan tumbuh menjadi US$360 miliar di 2030. Sektor e-commerce akan tetap menjadi tulang punggung, dengan kontribusi sekitar US$150 miliar.

Meski potensinya besar, Airlangga menyoroti tantangan harmonisasi regulasi antarnegara ASEAN. Ia menilai DEFA menjadi langkah penting untuk menyatukan kebijakan digital, memperkuat kerja sama lintas batas, dan mempercepat integrasi ekonomi kawasan.

“DEFA sudah kita usulkan dua tahun lalu dan telah disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Saya harapkan bisa ditandatangani tahun 2026 dan langsung diimplementasikan,” katanya.

Melalui DEFA, ASEAN menargetkan terbentuknya kerangka kerja digital yang komprehensif dan terintegrasi, mencakup perdagangan digital, keamanan siber, perlindungan data, hingga ekonomi inklusif. Inisiatif ini diharapkan memperkokoh posisi ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi global (epicentrum of growth) di era digital.