Program pengembangan Inseminasi Buatan (IB) telah berhasil meningkatkan populasi sapi di dalam negeri dengan turunnya angka substitusi impor daging. Termasuk upaya menggandeng pabrikan susu besar di Qatar berinvestasi di Indonesia.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) berkomitmen untuk terus berupaya mewujudkan pencapaian swasembada daging sapi di dalam negeri.
Apalagi tingginya permintaan daging sapi harus diimbangi dengan pertumbuhan populasi dan produksi daging sapi dalam negeri. Sehingga kebutuhan daging dalam negeri dapat dipenuhi dari usaha peternakan rakyat, sedangkan impor secara bertahap dapat dikurangi, sejalan dengan rencana swasembada daging sapi nasional tahun 2026.
Dr. Ir. Nasrullah, M.Sc, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan, mengatakan, kebutuhan daging nasional saat ini belum sepenuhnya dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri karena pertumbuhan populasi sapi dalam negeri masih rendah atau belum optimal.
“Posisi saat ini sumber protein dari komoditas peternakan tinggal satu yang belum swasembada atau belum mencukupi dari produksi dalam negeri yakni daging sapi atau kerbau,” ujar Nasrullah menjawab TrustNews.
“Ayam kita sudah surplus, telur kita sudah surplus dan daging kambing atau domba juga surplus. Tinggal daging sapi atau daging kerbau yang belum,” tambahnya.
Nasrullah pun memaparkan peta jalan yang dilakukan Ditjen PKH dalam meningkatkan populasi sapi atau kerbau dalam negeri.
Dimulai dari awal 2000 dengan Program Swasembada Daging Sapi, dilanjutkan dengan upaya peningkatan kelahiran melalui Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan (GBIB) tahun 2015-2016.
Kemudian dilanjutkan lagi dengan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) pada 2017-2019.
Pada tahun 2020, kembali disempurnakan menjadi kegiatan SIKOMANDAN (Sapi Kerbau Komoditas Andalan Negeri) mulai 2020. Tingkat keberhasilan IB juga turut merangkak naik, ini ditandai dengan terjadinya penurunan substitusi impor daging sebesar 10 persen sampai 13 persen dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
“Kita lakukan akselerasi untuk mempercepat peningkatan populasi dan mutu genetik dari sapi dan kerbau di Indonesia. salah satunya adalah program SIKOMANDAN. yaitu layanan reproduksi ternak sapi dan kerbau dengan melakukan perkawinan secara aktivisal,” ujarnya.
“Mengapa dilakukan perkawinan artifisial, karena kalau nunggu secara alami itu punya masalah waktu birahi. Pada saat birahi ternyata tidak ada jantan. maka harus menunggu lagi 3 minggu berikutnya,” tambahnya.
“Dengan Artificial Instrumental (Inseminasi Buatan/IB) kita bisa melakukan akselerasi. Begitu sapinya siap untuk kawin, kita kawinkan dengan kawin suntik,” paparnya.
Peningkatan jumlah populasi yang menjadi output program ini, lanjutnya, dapat diketahui dari jumlah pelaporan kelahiran pedet melalui iSIKHNAS (integrated Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional).
Laporan ini menyajikan informasi secara lengkap, “akurat” dan terukur dari pelaksanaan kegiatan SIKOMANDAN, disamping data laboratorium, laporan penyakit, data lalu-lintas hewan atau laporan wabah, data rumah potong hewan dan data produksi dan populasi.
Dia mengambil sampel Jawa Timur sebagai penyokong terbesar kebutuhan daging Nasional, per tanggal 27 Desember 2021 telah melaporkan 1.186.680 ekor pedet (96,10%) dari target 1.234.800 ekor kelahiran pedet di tahun 2021 ini.
Adapun realisasi akseptor dan pelayanan IB sepanjang 2021 juga mencapai angka positif. Dari target tahunan, capaian akseptor dan IB yang telah dilakukan inseminasi sampai per 6 Mei 2021 mencapai 36,73% dari 34 provinsi di Indonesia.
Adapun total akseptor sebanyak 1.469.349 ekor dan pelayanan inseminasi buatan telah berhasil mencapai 1.667.084 dosis.
Sementara untuk pemeriksaan kebuntingan ternak mencapai 1.110.132 ekor dan yang bunting sudah sebanyak 912.498 ekor dari target tahun 2021 sebanyak 2.714.283. Sedangkan, total ternak yang lahir sampai 6 Mei 2021 sudah sebanyak 792.227 dari 34 provinsi.
“Prinsipnya untuk meningkatkan produksi daging nasional tentunya dengan meningkatkan kelahiran dari sapi atau kerbau yang memiliki mutu genetik. Tujuannya agar komposisi dagingnya lebih besar,” ujarnya.
“Kalau kita bicaranya soal tingkat kelahiran, maka kita bicara soal induk yang tersedia di dalam negeri. Jumlah induk sapi ini yang kurang sehingga memerlukan intervensi berupa penambahan sapi atau kerbau indukan. supaya bisa bunting dan lahir karena tidak ada jantan yang melahirkan,” paparnya.
Dirjen PKH Nasrullah juga memaparkan bahwa tahun 2022 merupakan tahun prestasi, tahun peternakan dan kesehatan hewan. Ini diartikan Ditjen PKH harus ada suatu program atau kegiatan peternakan dan kesehatan hewan yang spesial sehingga bisa terlihat output-nya serta jelas terukur hasilnya kepada masyarakat
“Mulai tahun ini kita akan menggenjot untuk peningkatan populasi dengan penambahan indukan melalui peran serta pihak swasta atau di bidang peternakan. Tidak menggunakan APBN, tapi benar-benar skala usaha yang dilakukan oleh para pelaku usaha, sedangkan pemerintah akan memberikan insentif-insentif untuk mendukung hal itu,” jelasnya.
Untuk mensukseskan tahun peternakan, menurutnya, pada 2022, Ditjen PKH menyiapkan 5 (lima) kegiatan utama yang mengakomodasi sektor peternakan dari hulu sampai ke hilir. Kegiatan tersebut adalah Sikomandan, Korporasi Desa Sapi, Desa Korporasi Kambing Domba, Pertanian Terpadu Berbasis Unggas, dan Pengembangan Sarang Burung Walet.
“Ada 12 provinsi penyangga populasi ternak, 11 provinsi pelaksana kegiatan Korporasi Desa Sapi, 12 provinsi Pengembangan Kawasan Khusus, 5 provinsi FE (Food Estate) dan 5 Provinsi untuk Integrasi Sapi yang akan kita garap tahun ini,” ungkap.
Terkait Korporasi Desa Sapi dan Desa Korporasi Kambing Domba, dijelaskan Nasrullah, dibutuhkan dukungan lembaga keuangan untuk fasilitasi KUR, dan juga dukungan instansi lain untuk pengembangan inovasi, termasuk pendampingan/pengawalan dari kepolisian.
“Desa korporasi ini dibentuk dengan basis sentralisasi kawasan di lima desa dengan lokasi yang berdekatan dan dikelola oleh satu manajemen yang berorientasi bisnis,” ujarnya.
Adapun untuk Pertanian Terpadu Basis Unggas, pengembangan kawasan ternak itik/ayam dilaksanakan di wilayah integrasi tanaman jagung dengan lokasi pengembangan yang disinergikan dengan lokasi sentra jagung di Ditjen Tanaman Pangan.
“Dalam rangka peningkatan kuantitas ekspor, Ditjen PKH juga memberikan dukungan fasilitasi dari hulu ke hilir, mulai dari peningkatan populasi dan perbaikan kualitas sampai peningkatan mutu dan diversifikasi produk serta promosi,” jelasnya.
Nasrullah juga mengungkap, Ditjen PKH Kementan berupaya meningkatkan industri susu nasional. Dia menilai, industri susu belum ideal dari beberapa sisi. Mayo-ritas (90%) peternakan rakyat dengan skala kepemilikan sapi masih berjumlah 2-3 ekor, sementara tingkat kepemilikan ideal skala usaha yaitu 7-10 ekor sapi/peternak.
Produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) juga dinilai masih rendah, yaitu 8-13 lite per ekor/hari. Namun, angka ini terus meningkat, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan sebesar 4,19% produksi SSDN pada tahun 2020 dari tahun sebelumnya menjadi 997 ribu ton.
“Saat ini kita mendorong kerjasama dengan beberapa pihak, baik dalam maupun di luar negeri. Satu di antaranya, kita berencana melakukan kerjasama dengan perusahaan susu terbesar di Qatar untuk berinvestasi pengembangan susu di Indonesia,” ujarnya.
“Saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang intervensi seperti Green Field dan sebagainya. Ini adalah bagian-bagian untuk mengakselerasi produksi susu dalam negeri,” pungkasnya. (TN)