Bapanas melihat kedaulatan pangan bukan sekadar target angka, tapi jalan panjang menuju Indonesia yang mandiri secara pangan dan adil bagi seluruh pelaku sektor.

SUARAINDONESIA.ORG,. – Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menempatkan swasembada pangan sebagai salah satu pilar utama pembangunan nasional. Dalam mewujudkan visi besar ini, Badan Pangan Nasional (Bapanas) berperan sentral mengorkestrasi berbagai program dan kebijakan lintas sektor guna memperkuat ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, dalam wawancaranya bersama Suara Indonesia, menyampaikan bahwa kerja sama antar-lembaga dan kementerian menjadi fondasi utama dalam mendukung sistem pangan nasional. “Pak Prabowo dan Pak Gibran punya cita-cita besar: swasembada pangan. Maka dari itu, seluruh kementerian dan lembaga teknis bergerak bersama. Mulai dari Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, PU, hingga BUMN pangan seperti Bulog dan ID Food,” ujar Arief menegaskan.

Konsep swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah bukan hanya soal produksi, tetapi mencakup seluruh rantai pasok pangan dari hulu ke hilir. Kementerian teknis bertugas meningkatkan produktivitas pertanian, sementara BUMN dan instansi lain seperti
Bulog mengambil peran pasca panen, memastikan hasil pertanian diserap dengan harga yang menguntungkan bagi petani.
Presiden Prabowo bahkan telah menetapkan harga dasar gabah kering panen minimal Rp6.500 per kilogram guna menjamin keberlanjutan sektor pertanian. Stok beras nasional pun disebut dalam kondisi sangat baik, dengan cadangan di Bulog mencapai lebih dari 4 juta ton hingga Mei 2025. Ini menjadi fondasi penting bagi stabilisasi pasokan, terutama saat bencana alam atau menjelang masa paceklik.

Untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama di masa transisi dan dinamika ekonomi global, Bapanas bersama Bulog, Kementerian Keuangan, dan Menko Perekonomian menjalankan program bantuan pangan untuk 18,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM).
Bantuan ini berupa beras 10 kg selama dua bulan (Juni dan Juli), bahkan di beberapa wilayah disalurkan sekaligus 20 kg.
Data penerima disusun menggunakan sistem DTSEN (Data Terpadu Stabilisasi Ekonomi Nasional) yang divalidasi oleh BPKP, menjamin ketepatan sasaran dan transparansi anggaran senilai sekitar Rp4,9 triliun. “Kami pastikan tidak ada yang salah sasaran. Data kami padukan dengan Kemensos dan BPS, diverifikasi secara menyeluruh,” tegas Arief.

Cadangan pangan pemerintah, sebagaimana diatur dalam Perpres 125 Tahun 2022, menjadi instrumen vital dalam menjaga stabilitas harga dan pasokan. Jika terjadi lonjakan harga atau kekurangan pasokan, pemerintah siap melakukan intervensi melalui penyaluran
cadangan pangan.
Lebih baik kita ekspor nugget daripada ayam mentah. Lebih menguntungkan jika kita jual sosis daripada hanya daging segar. Ini yang sedang kita dorong secara bertahap.
Hal ini juga berkaitan dengan strategi menjaga harga di tingkat petani dan peternak. Arief menegaskan bahwa harga acuan pembelian (HAP) harus dijaga agar para pelaku sektor pangan tidak rugi. “Jangan sampai petani dan peternak rugi, karena itu bisa membuat
mereka berhenti menanam atau beternak. Ini jadi perhatian utama Pak Presiden dan Pak Wapres,” tambahnya.

Idealnya, kata Arief, produksi pangan dilakukan sedekat mungkin dengan lokasi konsumsinya. Namun, bila belum tercapai, maka kerja sama antar daerah menjadi solusi. Pemda harus memahami neraca pangan wilayahnya—berapa produksi, kebutuhan lokal, dan potensi pasarnya. Melalui sinergi ini, daerah sentra produksi bisa menjual ke daerah konsumen tanpa mengalami kelebihan produksi yang berujung jatuhnya harga. “Mekanismenya sudah kami dorong bersama Kemendagri. Ini penting agar pangan yang dihasilkan petani memiliki pembeli yang jelas, harga stabil, dan tidak ada panen yang
mubazir,” jelasnya.
Arief juga mengungkapkan, hilirisasi tidak hanya berlaku untuk tambang, tapi juga harus diterapkan dalam sektor pangan. Ia mencontohkan bahwa ayam, telur, dan hasil laut seperti tuna sudah banyak diekspor, namun ke depan harus dalam bentuk produk olahan
agar memberi nilai tambah lebih besar.
“Lebih baik kita ekspor nugget daripada ayam mentah. Lebih menguntungkan jika kita jual sosis daripada hanya daging segar. Ini yang sedang kita dorong secara bertahap,” ujar Arief yang sebelumnya menjabat sebagai Dirut di BUMN sektor pangan.
Produk pangan Indonesia saat ini sudah menembus pasar Malaysia, Singapura, Tiongkok, hingga Jepang. Bahkan ayam hidup telah dikirim ke Singapura. “Kita bukan sekadar negara
impor, kita juga sudah ekspor. Tapi memang berita soal ekspor ini kurang terekspos, padahal kita cukup seimbang,” katanya.
Bapanas melihat kedaulatan pangan bukan sekadar target angka, tapi jalan panjang menuju Indonesia yang mandiri secara pangan dan adil bagi seluruh pelaku sektor. Dengan dukungan lintas kementerian, teknologi data yang akurat, dan penguatan program sosial
seperti bantuan pangan, pemerintah ingin memastikan bahwa seluruh rakyat Indonesia bisa mengakses pangan yang cukup, aman, dan terjangkau.
Di bawah arahan Presiden Prabowo dan Wapres Gibran, fondasi menuju swasembada pangan sedang dibangun secara sistematis. “Kami sedang menata ulang seluruh sistem pangan nasional, dari produksi, distribusi, hingga konsumsi. Ini tidak hanya soal pangan,
tapi juga soal keadilan, kesejahteraan, dan masa depan Indonesia,” tutup Arief. (Jay)